Ads 468x60px

Hello World

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum [...]

Draft Post

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla [...]

Layout Test

This is a sticky post!!! Make sure it sticks!
Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry’s standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not [...]

Test with enclosures

Here’s an mp3 file that was uploaded as an attachment:
Juan Manuel Fangio by Yue
And here’s a link to an external mp3 file:
Acclimate by General Fuzz
Both are CC licensed.

Colorful world

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Suspendisse sit amet neque risus. Mauris luctus consequat dui luctus elementum. Aliquam non ligula id dui sodales rutrum at at leo. Phasellus a metus id dui laoreet ornare. Proin sem odio,

Selasa, 03 Januari 2012

Papua Barat: Angka Gizi Buruk Mencemaskan

Angka kasus gizi buruk anak-anak bawah lima tahun (balita) di Kota Sorong masih cukup mengkhawatirkan.  Pada 2009 lalu, angka gizi buruk mencapai 6,2 persen atau sebanyak 226 kasus. Sedangkan untuk tahun 2010 ini, pada triwulan pertama sudah mencapai 52 kasus. Data tersebut dirilis Koordinator TMC D.F. Wonatorey,S.Si, M.Kes kepada wartawan di sela-sela kegiatan sosialisasi pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan kemarin (26/7).
"Angka gizi buruk di Kota Sorong cukup tinggi. Pada akhir triwulan tahun 2010 ini saja sudah mendekati angka yang sama pada tahun 2009 lalu," ungkapnya. Mengenai penyebab tingginya angka gizi buruk ini, menurut Wonatorey, akibat infeksi saluran pernafasan (ISPA), lingkungan yang kurang sehat sehingga berdampak pada menurunnya daya tahan tubuh Balita.
"Kondisi ini mengakibatkan  perkembangan tubuh dan atau pertumbuhan tubuh si Balita juga ikut terlambat," terangnya. Agar angka gizi buruk tak terus meningkat, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sorong memberikan pelayanan paket TMC atau pelayanan keliling di tiap-tiap Puskesmas atau Posyandu.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Sorong, Samsudin Gamtohe yang ditemui di ruang kerjanya kemarin (26/7) mengatakan, dalam kegiatan mobile clinik untuk tahun 2010, pihaknya telah melibatkan kader Posyandu, para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat pemerintah di tingkat RT/RW, kelurahan dan distrik untuk melaksanakan sosialisasi ke masyarakat.
Dijelaskan Samsuddin, untuk tahun 2010 TMC yang akan dilakukan lebih banyak fokus pada pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan aparat di tiap kelurahan yang bersangkutan. TMC mulai dilaksanakan pada 29 Juli  2010. Bentuk Pemberdayaan bidang kesehatan ini lebih banyak melatih masyarakat di lingkungannya untuk memecahkan masalah kesehatan dan bagaimana mencari solusinya. “Termasuk didalamnya pada tahun 2010 ini diharapkan ada kelurahan siaga yang bertugas sebagai sarana komunikasi dalam rangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat,”tandasnya. Sebagai bagian dari program Diskes, kegiatan sosialisasi pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan kemarin dibuka oleh Sekda Kota Sorong
Reade more >>

Anak Papua Harus Diberi Asupan Gizi Cukup

Anak-anak usia di bawah lima tahun di Papua harus diberi asupan gizi makanan yang cukup agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang cerdas dan berkualitas. "Orangtua bukan hanya wajib melindungi anak, melainkan juga harus memiliki pemahaman tentang gizi dan kesehatan anak, sehingga tahu yang dibutuhkan anak dalam perkembangannya," kata dokter spesialis anak, Ernalita Kartika di Jayapura, Sabtu (21/11) seperti dikutip ANTARA.


Ernalita menjelaskan, gizi yang seimbang akan menunjang kecerdasan dan kekuatan fisik anak sehingga meningkatkan kemampuan belajar dan prestasi mereka. Namun, menurut Ernalita, yang menjadi permasalahan sekarang adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mengonsumsi asupan gizi tersebut masih relatif tinggi sehingga belum semua lapisan masyarakat mampu memenuhinya. "Harus kita akui biaya untuk beli susu dan makanan tambahan masih relatif tinggi," kata Ernalita.

Sementara untuk anak baru lahir hingga usia menyusui, lanjut Ernalita, wajib diberikan air susu ibu (ASI) agar benar-benar meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang alami. "ASI sangat bermanfaat bagi anak, sehingga wajib bagi ibu menyusui untuk memberikannya," ujarnya. Ia mengemukakan, dewasa ini masih banyak ibu menyusui yang cenderung menggunakan susu dan makanan kemasan. "Tak semua susu dan makanan anak yang dijual aman untuk diberikan pada anak," katanya.

Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas, Ernalita berharap peran pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam melakukan sosialisasi tentang kesehatan ibu dan anak, terutama bagi para ibu yang berada di kampung-kampung.
Reade more >>

Gizi Buruk dan Kelangsungan Anak Papua

Masalah gizi buruk telah mengancam kelangsungan hidup anak-anak di Papua sebagai akibat kurangnya asupan makanan bergizi. Hal itu disampaikan Kepala Subdin Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua, Marthen Sagrim,SKM,M.Kes di Jayapura, Sabtu. “Gizi buruk yang dialami anak-anak Papua sangat rentan terjangkit berbagai macam penyakit seperti tuberkulosis (TBC), malaria dan infeksi saluran pernapasan atas atau ispa,” katanya.

Marthen menilai, ketersediaan pangan di Papua dari segi jumlah sudah mencukupi. Tetapi, dari segi jenis dan kandungan gizi belum beragam. Data Dinkes Provinsi Papua menunjukkan prevalensi kasus gizi buruk paling banyak terjadi di Kabupaten Asmat sebesar 16 persen dan terkecil sebesar 2 persen di Kabupaten Merauke. Sedangkan di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua, prevalensi kasus gizi buruk mencapai 3,8 persen.
 
Menurut Marthen, kondisi gizi buruk harus segera ditangani dengan pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan, PMT pengembangan dan penyediaan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Oleh sebab itu lanjutnya, perlu juga diupayakan sosialisasi mengenai perilaku sadar gizi dan pelatihan keterampilan pengolahan makanan lokal menjadi penambah gizi keluarga serta revitalisasi posyandu.
 
Sejauh ini, Dinkes Papua tengah berupaya menjalankan program berkaitan dengan peningkatan kesehatan ibu dan anak seperi program kewaspadaan gizi (bebas rawan gizi), pelayanan berita gizi buruk, ASI eksklusif, penanggulangan keluarga miskin (gaki) untuk daerah endemik, pengadaan garam beryodium serta pemantauan pertumbuhan anak.
 
Di lain pihak, sejumlah faktor turut mempengaruhi perkembangan kasus gizi buruk di Papua. Hal tersebut di antaranya adalah kondisi geografi Papua yang masih sulit dijangkau menyebabkan akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan menjadi terbatas.
 
Selain itu, minimnya petugas kesehatan dan fasilitas medik yang memadai, terutama di daerah pedalaman Papua menjadikan pelayanan kepada masyarakat tidak maksimal. Sementara itu, pengetahuan akan pentingnya hidup sehat dan buruknya kondisi lingkungan tempat hidup juga berkontribusi pada perkembangan gizi buruk di Papua.
Reade more >>

Gizi Buruk : 18,9 Persen Balita Papua Alami Malnutrisi Read more: Gizi Buruk : 18,9 Persen Balita Papua Alami Malnutrisi

Menurut hasil penelitian Ir. Stefanus Pieter Manongga, M.S., anak balita Papua yang tinggal di zona pesisir daratan mempunyai status gizi yang lebih baik dari mereka yang tinggal di zona dataran menengah dan zona pegunungan.
Prevalensi anak balita Papua yang mengalami malnutrisi mencapai 18,9% dan anak sangat pendek 33,8%.
“Anak balita yang gizi kurang lebih banyak di dataran menengah dan anak sangat pendek di zona dataran menengah dan pegunungan,”kata Pieter dalam ujian terbuka promosi doktor dirinya di Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Kamis (15/12).
Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak papua, yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial, pola asuh ibu, riwayat sakit dan malnutrisi. Namun persoalan dari malnutrisi, anak Papua mengalami suspek keterlambatan perkembangan mencapai 77,7% yang menyebar luas di semua tipe zona ekosistem.
“Umumnya anak Papua mengalami keterlambatan perkembangan bahasa, adaptif motorik halus, personal sosial, dan motorik kasar,” katanya.
Dia menambahkan, suspek keterlambatan perkembangan bahasa, terbanyak di zona pegunungan dan zona pesisir daratan, keterlambatan perkembangan motorik halus terbanyak di zona pegunungan dan dan zona pesisir dan daratan.
Pengaruh malnutrisi menyebabkan anak pendek relatif kecil namun berpengaruh signifikasn pada kejadian keterlambatan perkembangan anak, khususnya keterlambatan perkembangan motorik halus dan bahasa.
“Hasil ini mengindikasikan terjadinya gagal tumbuh atau anak pendek yang mengakibatkan gangguan dalam perkembangan,” katanya.
Untuk mengoptimalkan perkembangan dan kualitas hidup anak Papua, Pieter mengusulkan beberapa langkah yang bisa ditempuh,diantaranya
  • Meningkatkan ketahanan pangan dan penguatan pola asuh dan melalui transformasi sistem reproduksi pertanian dan pertanian kampung bagi peningkatan status gizi dan kesehatan anak.
  • Mengintensifkan kegiatan program pelayanan kesehatan dasar, kesehatan lingkungan dan penyediaan air bersih. “Upaya ini untuk melestarikan pengaruh lingkungan sosial,” tandasnya.
  • Membangun pos pelayanan tumbuh kembang anak berbasis masyarakat dan optimalisasi potensi keterdidikan anak dan memberdayakan lingkungan ekosistem masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan lahan bagi peningkatan kualitas hidup anak.

Read more: Gizi Buruk : 18,9 Persen Balita Papua Alami Malnutrisi
Reade more >>

Imunisasi dan Gizi, Pagar Selamatkan Generasi Papua

Ancaman kepunahan bagi generasi Papua di saat ini bukan saja karena penyakit AIDS. Tetapi juga pemberian imunisasi di Posyandu dan juga gizi yang baik dari tiap keluarga. Karena tidak disadari ancaman besar bagi generasi Papua sejak di dalam kandungan ibu dan batas usia 5 tahun telah ditentukan dengan keaktifan orang tua untuk membawa anak-anak secara rutin tiap bulan untuk mendapatkan imunisasi di Posyandu atau Puskesmas.
Demikian dikemukakan pemerhati kesehatan masyarakat wilayah Pegunungan Tengah, Robby Kayame, SKM, M.Kes.
Dikatakannya, ada penyakit bagi anak di bawah umur 5 tahun yang bisa dicegah dengan adanya kegiatan imunisasi (PD3I).  Misalnya campak, polio, tetanus, TBC dan diptery. Sehingga di sini membutuhkan peran orang tua /masyarakat untuk membawa anak-anaknya ke Posyandu/Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi hingga tuntas.
Kematian orang Papua itu pergenerasi dan generasi yang pertama adalah generasi di bawah umur 5 tahun yang disebabkan oleh kurangnya imunisasi dan gizi.  Sementara generasi Papua yang berikutnya adalah generasi usia antara 18 hingga 45 tahun yang kematiannya karena seks bebas dan mengidap penyakit AIDS.
“Sehingga bisa saja dikatakan generasi dan bangunan serta perumahan Jepang hancur porak-poranda dan hilang karena goyangan gempa selama 5 menit bersama tsunami. Sementara generasi Papua bisa musnah antara 15 hingga 25 tahun mendatang karena kurang imunisasi serta gizi yang baik dan penyakit AIDS,” kata Robby Kayame, SKM, M.KeS kepada Papuapos Nabire, Minggu (19/3) di kediamannya.
Dikatakan, generasi Papua yang pintar dan cerdas di masa-masa mendatang, kini saatnya untuk mendapatkan perhatian langsung dari pemerintah dan orang tua masing-masing.  Bukannya pemerintah lebih memihak dan memberikan porsi terbesar terhadap kegiatan pembangunan fisik saja.
Tetapi kini harus ada kebijakan soal dana untuk kesehatan masyarakat.  Sehingga pemerintah perlu membuat pagar untuk pencegahan dan peningkatan gizi kesehatan masyarakat, ketimbang alokasi dana untuk masyarakat berobat dan pembangunan fisik.
Hal lain yang mestinya dilakukan oleh istansi teknis berupa kegiatan sosialisasi apa pentingnya imunisasi dan gizi secara langsung bagi masyarakat.  Dengan menghidupkan Puskesmas dan Pustu sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
Sehingga dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut di masyarakat, tidak secara langsung membuat para petugas bisa betah dan tinggal bersama masyarakat di kampung-kampung untuk melaksanakan tugasnya sebagai ujung tombak pelayanan dasar kesehatan.
Sebab rata-rata tingkat pemahaman orang Papua terhadap pentingnya kesehatan itu masih sangat rendah. Kita bisa lihat saja nantinya jika ada orang atau pasien yang sudah parah sakitnya, barulah diantar untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain adanya pemahaman masyarakat Papua akan pentingnya kesehatan dan tidak mendapatkan pelayanan imunisasi dan gizi yang baik, yang pada akhirnya membuat kepunahan terhadap orang Papua, banyak orang Papua usia produkstif yang tidak bisa menurunkan keturunan (mandul) yang akhirnya tidak memberikan generasi lagi bagi tanah ini.
Untuk itu Robby meminta pemerintah membuat program pelestarian agar orang Papua bisa berkembang biak di tanah ini.  Dan program tersebut benar-benar berpihak kepada masyarakat. ”Persoalan makanan, minuman atau gizi dan imunisasi dan reproduksi perlu ditangani secara serius agar kelak ada generasi yang mewarisi tanah ini,” tambahnya.
Dan yang lebih penting lagi semua kegiatan yang menyangkut kesehatan masyarakat jangan hanya dibuat di belakang meja.  Tetapi harus dibuktikan langsung dengan hasil survey dan penelitian, sehingga programnya dapat menyentuh masyarakat.
Reade more >>

Kasus Gizi Buruk Di Palembang Begitu Mendunia Sehingga ADB Mendonasi Bantuan Untuk Peningkatan Gizi 500 Balita Penderita Gizi Buruk

Pemerintah Kota Palembang mendapatkan dana hibah sebesar 70 juta dollar AS atau sekitar Rp 630 miliar untuk menuntaskan kasus gizi buruk pada balita dan anak. Berdasarkan data Dinas Kesehatan hingga 2008, lebih dari 500 balita dan anak penderita gizi buruk masih belum tertangani.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang dr Zoel Noerdin, di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (9/10), gizi buruk sampai sekarang masih menjadi persoalan utama kesehatan masyarakat yang belum bisa dituntaskan, baik di tingkat Kota Palembang maupun tingkat Provinsi Sumatera Selatan.
Dia menjelaskan, belum tuntasnya kasus gizi buruk tersebut, antara lain disebabkan persoalan kemiskinan yang berimplikasi pada ketidaktahuan orang tua tentang asupan gizi, terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan, dan ketersediaan pangan di tingkat RT.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang dipercaya menyusun program peningkatan kesehatan masyarakat, terutama untuk anak balita, anak-anak, dan ibu hamil. Kemudian, Pemkot memperoleh dana hibah untuk proyek perbaikan gizi ini dari Asean Development Bank (ADB) dan pemerintah pusat.
Jumlah dananya mencapai 70 juta dollar AS atau sekitar Rp 630 miliar. Secara keseluruhan, proyek ini sasarannya 1,48 juta anak dan anak balita, serta 500.000 ibu hamil.
Kegiatan ini akan diberikan kepada 1.800 desa dan kelurahan, dengan jumlah bantuan sekitar Rp 140 juta selama tiga tahun.
Kepada pelaksana, penerima, dan pengelola dana proyek ini, Zoel Noerdin mengingatkan agar tidak diselewengkan ke dalam kegiatan di luar koridor yang sudah ditentukan.
Dia menjelaskan sejumlah kegiatan yang tidak boleh didanai dengan dana proyek ini, antara lain membangun gedung baru pos pelayanan terpadu (posyandu), memberikan upah tenaga-gaji bagi petugas kesehatan, membeli obat gizi dan MP-ASI yang telah disediakan dana APBN, dan membeli timbangan/dacin untuk posyandu.
”Jadi, dananya khusus untuk melaksanakan kegiatan peningkatan gizi saja,” katanya.
Sejumlah kegiatan yang diperbolehkan didanai dengan dana proyek itu, antara lain monitoring pertumbuhan dan perkembangan anak; penyuluhan dan pendidikan kader gizi agar terlatih; kegiatan kelas bagi ibu tentang pola asuh anak, menyusui, dan demonstrasi masak; penyediaan air bersih skala kecil dan sanitasi di sekolah dasar; serta pelatihan warung sekolah dan penjaja makanan tentang gizi.
Pengamat kesehatan ibu dan anak Ida Maharani mengatakan, kegiatan ini bisa berjalan dengan baik asalkan ada komitmen antara pemerintah dan pelaksana di lapangan. Komitmen ini harus dalam bentuk prioritas manfaat bagi sasaran proyek, yang meliputi ibu hamil, bayi, dan anak.
Dia menyarankan agar dana itu juga dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan peran posyandu. Selama ini, posyandu terbukti bisa bertahan, bahkan bisa menjangkau hingga ke masyarakat tingkat RT.
Posyandu awalnya adalah sebuah organisasi pelayanan pencegahan penyakit dan keluarga berencana bagi kalangan istri berusia subur dan anak balita.
Posyandu diharapkan lahir dan dikembangkan atas kesadaran dan upaya masyarakat sendiri, atau partisipasi sosial dari setiap komunitas di desa dan kelurahan. Kegiatan posyandu dilakukan oleh anggota PKK tingkat desa dan kelurahan di bawah koordinasi istri lurah.
Reade more >>

Masih Ada Gizi Buruk di Jambi

Jakarta, 17/5 (Sigap) - Kasus gizi buruk kembali mencuat di Jambi, komisi IV DPRD Provinsi Jambi menggelar dengar pendapat dengan dinas kesehatan (Dinkes),pada hari Jumat (14/5) kemarin.  Komisi IV DPRD Provinsi Jambi yang diketuai oleh Aswan jauhari, berharap agar kasus gizi buruk seperti ini tidak terulang kembali. Dalam kesempatan ini, sekretaris komisi IV Provinsi Jambi,  Iskandar, berharap Dinas kesehatan Jambi yang dinilai memiliki kewenangan penuh dalam menangani dan memantau penderita gizi buruk secara optimal.
Sehubungan dengan hal tersebut, kepala dinas kesehatan provinsi Jambi, akan menerapkan dua langkah strategis yakni pencegahan dan penindakan. Pada langkah pencegahan dinkes akan turun survei ke masyarakat dalam bentuk pemantauan lapangan secara langsung.Untuk hal demikian dikemukakan oleh kepala dinkes, bahwa anggaran yang dimiliki sangatlah kecil, yakni 1 Miliar rupiah. Sementara  anggaran yang dibutuhkan minimal mencapai Rp 4 miliar. Mengingat kasus tersebut, kepala dinkes Jambi memohon kiranya agar jumlah anggaran ditingkatkan.
Ketua DPRD provinsi Jambi (14/5), Effendi Hatta ketika dikonfirmasi melalui telpon menjelaskan, "hingga saat ini memang Jambi kekurangan anggaran dan APBD Jambi saat ini pun sangat terbatas." Karenanya, ketua DPRD Jambi berharap agar pemerintah pusat memberikan perhatian terkait peningkatan anggaran dinas kesehatan, sehingga problem gizi buruk dan peningkatan akan status rumah sakit di Jambi untuk kedepannya dapat teratasi.
Reade more >>

Di Jambi Terjadi 98 Kasus Gizi Buruk

JAMBI- Kasus gizi buruk Provinsi jambi tergolong rendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia seperti Surabaya dan Jakarta. Sejak Januari hingga November 2011, di Jambi hanya ditemukan 98 jumlah kasus gizi buruk. "Kasus gizi buruk bukan pertanda jelek, tapi itu adalah suplai gizi tidak berjalan dengan baik," sebut Helfian  Kasi Gizi Dinkes Provinsi Jambi. Untuk Jambi sendiri kabupaten terbanyak ditemukan kasus gizi buruk
adalah di Bungo dengan jumlah kasus sebesar 21 kasus.

Dari data Dinkes Provinsi Jambi, Kerinci tercatat enam kasus gizi buruk, Sungaipenuh sebanyak tujuh kasus, Merangin enam kasus, Sarolangun 10 kasus, Bungo 21 kasus, Tebo dua kasus, Batanghari 10 kasus, Tanjabbarat satu kasus, Tanjabtimur satu kasus, Kota Jambi 16 kasus dan Kabupaten Muarojambi 15 kasus.

Dikatakannya, penderita gizi buruk ini rentan menyerang anaka-anak balita atau yang berada di bawah umur lima tahun. Namun potensi tertinggi terkena kasus gizi buruk berada pada rentan usia 0 sampai 2 tahun. "Mayoritas pada usia ini tidak diberi asi, bisa disebabkan ibunya pergi kerja atau anaknya dititip sama nenek atau tetangga,
Reade more >>

Seminar Gizi – Provinsi Aceh

akarta 25/7-GIZINET -  Memperingati Hari Anak Nasional (HAN) tahun 2011, Propinsi Aceh mengadakan Seminar gizi, berlangsung di Hotel Hermes Palace, Jl. T. Panglima Nyak Makam – Banda Aceh, Minggu (24/7). Seminar diikuti oleh sekitar 100 orang undangan dari Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten, RSU, dan Bappeda dari Aceh Besar, Aceh Timur dan Aceh Jaya, serta perwakilan dari organisasi profesi kesehatan. Pada kegiatan tersebut juga hadir wakil guru (TK, SD, SMP dan SMA), PKK, PAUD, Poltekes, Puskesmas dan juga peserta umum.
...Kepada Bapak Direktur Bina Gizi kami persilahkan......
Yang menarik pada seminar gizi tersebut, semua anggota panitia adalah anak-anak, dari mulai MC, pembaca doa, Senam Ceria, pembaca puisi dan alunan lagu Mother dilakukan oleh anak-anak.
Dr. M. Yani, MKes – Kepala Dinas Kesehatan Aceh – selaku Ketua Panitia mengatakan bahwa Acara Seminar Gizi ini merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan di Propinsi Aceh. Beliau ungkapkan juga bahwa: ”Seperti di propinsi-propinsi lainnya di Indonesia, permasalahan kesehatan dan gizi di propinsi Aceh masih ada”.
“Prevalensi pendek dan sangat pendek menurut kabupaten/kota sangat bervariasi. Angka propinsi menunjukkan sebanyak 40,64%. Angka ini menurut saya cukup tinggi dan memerlukan dukungan dari sektor-sektor lain dan juga dari masyarakat”, ujarnya.
Direktur Bina Gizi membuka seminar gizi

Direktur Bina Gizi membuka Seminar
Direktur Bina Gizi – DR. Minarto MPS – atas nama Pemerintah Pusat, menyambut baik dan menyampaikan terimakasih serta apresiasi yang tinggi kepada Pemerintah Propinsi Aceh yang telah turut memeriahkan Hari Anak Nasional. Beberapa upaya pembangunan dan keberhasilannya juga diungkapkannya, antara lain: ” Di Bidang Kesehatan kita sudah dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKI) secara signifikan, di bidang pendidikan kita juga sudah membaik, bahkan di bidang ekonomi kita sudah disejajarkan dengan negara berkembang lainnya bukan dengan negara miskin” ujarnya.
Selanjutnya, dengan melihat tema : ”Anak Aceh Sehat, Cerdas, Kreatif dan Berahlak mulya”, tentunya bukan hanya sektor kesehatan yang bertanggungjawab, tapi seluruh komponen masyarakat harus ikut serta dalam mewujudkan anak Aceh seperti dilukiskan dalam tema tersebut. Di dalam materinya presentasi, Direktur Bina Gizi mengingatkan bahwa gizi buruk itu bisa dicegah, karena kejadian gizi buruk melalui proses – tidak langsung menjadi buruk. Oleh karena itu ditegaskan kembali bahwa semua komponen, semua sektor, semua anggota masyarakat berkewajiban membantu mewujudkan anak-anak Indonesia yang tangguh, sehat mampu bersaing, cerdas, berprestasi dan berahlak mulya.
Prof. Ascobat Gani berbicara tentang Hak Anak, Gizi dan Modal Manusia Propinsi Aceh. Secara gamblang dan jelas Ascobat menuturkan ada tiga (3) issue berkaitan dengan hak gizi anak Aceh yaitu : (1) Masalah gizi di Aceh dan dampaknya terhadap mutu modal manusia; (2) Intervensi gizi yang cost effective dan (3) Program gizi dan pembiayaan program gizi dalam era desentralisasi.
”MANUSIA atau PENDUDUK adalah modal atau asset utama propinsi Aceh, bukan migas, bukan hutan/kayu, bukan lahan dan bukan pula tambang (emas, batubara, besi dll)”  demikian tutur Ascobat pada akhir paparannya.
 Topik yang tak kalah menarik dan sangat tepat dibicarakan dalam seminar tersebut untuk menjawab sub tema seminar - ”Anak bergizi baik adalah modal pembangunan Aceh” adalah: Peran gizi dalam tumbuh kembang Anak – disampaikan oleh TM Thaib.
”Kualitas generasi penerus masyarakat Aceh tergantung kualitas tumbuh kembang anak terutama masa batita (0-3tahun), dimana saat itulah masa perkembangan OTAK manusia. Apabila deteksi terlambat, maka penanganan akan terlmbat dan penyimpangan sukar diperbaiki”, demikian penjelasan Thaib.
” Intervensi paling efektif untuk mengurangi stunting adalah memperbaiki praktik pemberian MP-ASI”. Demikian  Dr. Dian Nurcahyati Basuki melengkapinya melalui topik Pemberian ASI dan MP-ASI yang tepat sebagai investasi  masa depan.
Topik – Gizi remaja dan ibu hamil dibawakan oleh DR. Dr. S.A. Nugraheni MKes, mengakhiri acara seminar gizi sehari di propinsi Aceh. Acara cukup menarik minat dan antusias para pengunjung yang hadir. Semoga saja berbagai materi dalam seminar sehari ini dapat dimanfaatkan dan dimengerti dengan sebaik-baiknya dalam membantu mewujudkan Anak Aceh Sehat, Kreatif dan Berahlak Mulia. (
Reade more >>

Banyak Balita di Aceh Alami Gizi Buruk

BANDA ACEH:  Sekitar 38,9 persen anak bawah usia lima tahun di Provinsi Aceh mengalami masalah gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur yaitu sangat pendek dan pendek.
“Sebanyak 38,9 persen balita di Provinsi Aceh memiliki tinggi atau panjang badan kurang dari seharusnya. Data ini berdasarkan laporan riset kesehatan dasar (rikesdas) 2010 yang disampaikan Ascobat Gani,” kata Regional Operation Manager World Vision Indonesia untuk wilayah Sumatra Perdamen Sagala di Banda Aceh, Sabtu 23 Juli 2011.
Pardamen Sagala mengatakan tentang angka itu pada peringatan Hari Anak Nasional 2011 di Museum Tsunami Banda Aceh yang dihadiri ratusan anak-anak tingkat sekolah dasar dan SMP di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.
Menurut dia, meski jumlah balita yang mengalami gangguan gizi lebih rendah dibanding 2007 yang mencapai 44,6 persen, namun harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk meminimalkan masalah gizi pada anak-anak.
Selain itu, pada 2009, World Vision Indonesia bekerja sama dengan SEAMO Universitas Indonesia juga melakukan survei acak terhadap 600 ibu hamil dan 600 balita di Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Kota Banda Aceh.
“Hasilnya mengejutkan yakni 60 persen ibu hami dan balita di daerah itu mengalami anemia atau kekurangan zat besi. Jumlah itu sudah termasuk daerah yang dikategorikan sebagai wilayah dengan masalah gizi terparah,” katanya.
Pardamen Sagala berharap momentum peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2011 menjadi sarana untuk menumbuhkan kepedulian, kesadaran dan peran aktif para pemangku kepentingan dan masyarakat dalam pemenuhan hak-hak anak terutama gizi dan layanan pendidikan.
Pada peringatan HAN 2011, lembaga yang sejak pascatsunami telah berkontribusi aktif dalam proses rehabilitasi Aceh itu juga menyelenggarakan sosialisasi cuci tangan, lomba balita sehat, melukis, bercerita dan membuka konsultasi gratis tentang kesehatan kepada kalangan ibu hamil dan balita.
Reade more >>

Gizi buruk di Aceh mengkhawatirkan

BANDA ACEH - Lebih dari 200 ribu balita di Aceh kini menghadapi masalah gizi buru. Sebagian besar di antaranya sudah sampai pada tahap yang semakin mengkhawatirkan. Artinya, jika tidak segera ditanggulangi, maka akan banyak balita di Aceh yang tumbuh bodoh dan merupakan ancaman loss generasi di masa datang.

Hal itu diungkapkan ahli gizi Ascobat Gani  pada acara Sosialisasi Ancaman Gizi Buruk terhadap Perkembangan Otak Manusia di Aceh, di Hotel Oasis, Banda Aceh, kemarin. “Untuk itu, Pemerintah Aceh, DPRA dan Pemerintah Kabupaten/Kota bersama DPRK nya perlu memberikan perhatian yang serius terhadap 208.000 orang balita di Aceh yang telah mengalami gizi buruk stunting,” katanya.

Dengan didampingi Kadis Kesehatan Aceh, M Yani , lebih lanjut Ascobat mengatakan, masalah gizi buruk pada balita ada tiga katagori. Yakni, pertama katagori stunting yaitu fisik tubuh balita kelihatan pendek dan kurus. Kedua, wasting, fisik tubuh balita kurus, dan ketiga berat badannya rendah.

Dari tiga katagori itu, sebut Ascobat, dari hasil penelitian yang dilakukannya, balita yang berstatus stunting cukup banyak di Aceh mencapai 208.823 orang (44,6 persen) atau masih berada di atas ratarata nasional (36,8 persen), berstatus wasting 85.683 orang (13,8 persen) dan berat badan rendah 124.076 orang (26,5 persen).

“Balita yang masuk dalam gizi buruk stunting itu, menurut Ascobat, pertama disebabkan ibunya pada waktu mengandung kurang gizi, kedua kurang pemberian asi, dan ketiga kurangnya memakan makanan tambahan,” kata Ascobat.

Ditambahkan, jumlah ibu hamil yang kekurangan gizi di Aceh sementara ini mencapai 9.427 orang dan yang menderita penyakit anemia lebih banyak lagi mencapai 37.843 orang. Ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan zat besi tadi, kata Ascobat, untuk jangka pendek, dapat mengakibatkan pertumbuhan otak janin dalam rahim sangat lamban, pertumbuhan ototnya juga lamban, proses metabolisme gula, lemak dan proteinnya juga lamban.

Bahaya janin yang ibunya mengalami gizi buruk pada masa hamil, untuk jangka panjang, ungkap pakar gizi asal Aceh Tengah itu, daya kognitif kinerja akademiknya rendah, kekebelan kapasitas kerjanya lemah, dan setelah dewasa mudah terserang penyakit darah manis, obesitas, hipertensi jantung, stroke dan kanker.

Sementara itu, Kadis Kesehatan Aceh, M Yani, mengatakan, alokasi anggaran untuk bidang kesehatan di APBK Kabupaten/Kota masih sangat rendah. Bahkan sejak ada program JKA, banyak program kesehatan yang telah dibuat Dinkes kabupaten/kota anggarannya dihilangkan dengan alasan sudah ada program JKA. “Kita mengharapkan agar ke depan nanti, anggaran bagi upaya penanganan balita gizi buruk dan ibu hamil yang bergizi buruk kembali dialokasikan,
Reade more >>

12 Anak di Aceh Utara Menderita Gizi Buruk

Demikian hasil survei Dinas Kesehatan Aceh Utara sejak awal Januari hingga Juni 2011. Keala Dinas Kesehatan Aceh Utara, M Nurdin, melalui Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Aceh Utara, dr Mahcrozal saat ditemui Harian Aceh di ruang kerjanya merincikan, data anak penderita gizi buruk, yakni: dua anak di Kecamatan Geuredong Pase, satu di antaranya sempat dirawat di salah satu rumah sakit, namun meninggal dunia karena kondisinya sudah sangat parah. Tiga anak di Kecamatan Baktiya Barat, dua anak di Kecamatan Paya Bakong, dua anak di Kecamatan Lhoksukon, satu anak di Kecamatan Tanah Jambo Aye, dan satu anak lainnya di Kecamatan Langkahan.
Dia mengatakan, angka yang diperoleh hingga pertengahan 2011 lalu, jauh lebih tinggi dibandingkan data sepanjang tahun 2010, yakni 6 penderita gizi buruk dan 306 penderita gizi kurang.
Menurut dr Machrozal, permasalahan gizi buruk ini butuh penanganan serius, karena seperti mata rantai yang tak berakhir. “Jika ditangani dengan baik, setiap tahunnya, anak-anak itu sembuh dan normal kembali. Di sisi lain, di tahun yang sama, selalu muncul anak-anak penderita gizi buruk lainnya. Faktor utamanya karena ekonomi keluarga yang lemah, sehingga tidak mampu memberi asupan gizi yang baik bagi balitanya,” jelas dia.
Sebagai penanganan berkala, pihaknya terus mencoba Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang terdiri dari susu, bubur, dan makanan lainnya. “Kita juga berikan penyuluhan tentang gizi di setiap Posyandu yang ada. Pasalnya, sebagian orang tua tidak mengetahui kadar asupan gizi yang baik bagi balitanya. Itu terlihat dari data anak penderita gizi kurang, yang sebagian di antaranya berasal dari keluarga mampu dan ekonomi menengah ke atas,” ungkapnya.
Untuk dana PMT itu sendiri, saat ini didanai oleh Provinsi. Sebelumnya, dana itu dianggarkan melalui APBK, namun pada tahun 2010 lalu mengalami gagal tender. “Tahun ini, kita anggarkan kembali, mudah-mudahan tidak gagal lagi. Untuk menutupi kekurangan, juga dianggarkan Biaya Operasional Kesehatan (BOK), namun dana itu sangat minim,” tutur dr Machrozal.
“Guna mendata kondisi balita gizi buruk, di setiap Puskesmas kita sudah tempatkan petugas khusus untuk melakukan survey ke desa-desa. Kita upayakan, para penderita terdata sebelum kondisinya parah, sehingga bisa disembukan secepatnya
Reade more >>

GIZI : Konsumsi Daging Warga Lampung Masih Rendah

Konsumsi warga Lampung terhadap daging ternak masih rendah, di bawah indeks nasional. Perlu penyosialisasian terus-menerus untuk menciptakan kesadaran masyarakat akan hal ini.
Hal itu dikatakan Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Industri Peternakan Ayam Ras (Pintar) Lampung, Syahro Tantalo, di sela-sela kegiatan nasional Bakti Mahasiswa Peternakan Indonesia di Universitas Lampung,  Jumat (2-11).
Dia juga mengatakan berdasarkan hasil riset indeks mengonsumsi daging hewan, khususnya unggas, masyarakat Lampung masih berada di kisaran 4 kg/kapita/tahun. Sementara indeks nasional saat ini mencapai 6—7 kg/kapita/tahun.
Namun, kata Syahro, indeks ini masih jauh jika dibandingkan dengan negeri jiran Malaysia yang indeks mengonsusmsi daging hewannya mencapai 23 kg/kapita/tahun. "Artinya, kita benar-benar tertinggal jauh," kata dia.
Syahro juga mengatakan kondisi ini dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya pendidikan gizi di masyarakat masih kurang sehingga memengaruhi kebiasaan konsumsi masyarakat.
"Jika dilihat dari sisi suplai atau ketersediaan bahan makanan berupa danging ternak, sebenarnya tidak ada masalah. Tapi, dari sisi kemampuan atau daya beli masyarakat terhadap daging ternak, memang masih lemah," ujar dia.
Memang, menurut Syahro, sepintas masyarakat kita familiar dengan daging ayam dan telur sebagai salah satu menu makanan sehari-hari. Namun, hal itu belum menggambarkan porsi yang tepat dalam mengonsumsi protein per keluarga dalam satu tahun.
"Saya menyambut baik dengan kegiatan bakti sosial Mahasiswa Peternakan Seluruh Indonesia ini. Perlu upaya terus-menerus untuk menyosialisasikan ini kepada masyarakat, hingga muncul kesadaran dan membentuk kebiasaan mengonsumsi daging di masyarakat
Reade more >>

GIZI BURUK : Warga Diminta Proaktif Melapor

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Masyarakat Bandar Lampung harus proaktif dengan melaporkan kondisi warga yang membutuhkan pengobatan. Khususnya bagi penanganan gizi buruk yang membutuhkan dukungan seluruh pihak.
Hal itu dikatakan Wali Kota Bandar Lampung Herman H.N., Jumat (2-12), menyikapi meninggalnya penderita guzi buruk, Dino Saputra, warga Jalan Yos Sudarso, Telukbetung Selatan, Kamis (1-12).

Dia meminta masyarakat proaktif dalam menyikapi kasus gizi buruk di kota ini. Sebab, ia mengakui tanpa peran serta masyarakat program kesehatan yang salah satunya diproyeksikan menekan kasus gizi buruk akan sulit berjalan dengan baik.

"Pemkot tidak akan tahu ada kasus gizi buruk jika masyarakat tidak melapor. Keluarganya pun tidak melapor, harusnya semua elemen dapat proaktif dan tanggap," kata Herman.

Menurut dia, pihaknya selama ini tidak henti-hentinya mengampanyekan program berobat gratis bagi warga prasejahtera. Selama lima hari pengobatan warga prasejahtera dijamin gratis melalui program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

"Khusus kasus gizi buruk bahkan mendapat keistimewaan, mulai dari pengobatan hingga asupan gizi ditanggung pemerintah. Tapi kalau keluarga gizi buruk dan masyarakat tidak melapor bagaimana pemerintah bisa tahu," kata dia.

Untuk itu Herman mengimbau kepada masyarakat untuk tanggap ketika mendapati kasus gizi buruk di wilayahnya. Utamanya bagi aparatur desa setempat. "Saya jamin jika ada laporan yang masuk kasus gizi buruk langsung ditangani, semuanya gratis. Wartawan juga saya harapkan dapat memberikan keterangan jika ada kasus gizi buruk," kata dia.

Seperti diketahui, Dino Saputra meninggal 10 menit setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek, Kamis (1-12). Bocah berumur 2,5 tahun yang mengalami gizi buruk itu sempat dirawat di Rumah Sakit A. Dadi Tjokrodipo selama seminggu. Hingga kemudian di rujuk ke RSUDAM dan akhirnya meninggal dunia.

Berdasar keterangan dokter jaga UGD RSUDAM, Rossy, saat datang ke RSUDAM kondisi Dino sudah sangat mengkhawatirkan dengan berat badan hanya 5,7 kg. Sedangkan berat badan ideal untuk umur 2,5 tahun seperti Dino seharusnya sudah mencapai 15 kg.
Reade more >>

Herman Minta Warga Proaktif Pantau Gizbur

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung tidak sepenuhnya bisa mengontrol kasus gizi buruk jika masyarakat tidak melapor.

Wali Kota Bandar Lampung Herman HN meminta masyarakat proaktif menyikapi kasus gizi buruk ini. Dikatakannya, tanpa peran serta masyarakat program kesehatan yang salah satunya menekan angka gizi buruk di Bandar Lampung bakal sulit direalisasikan.

"Mungkin gizi buruk ini bisa saja anak tidak mau makan, bukan karena kita nggak ada penanganannya dari pemkot," kata Herman kepada wartawan, Jumat (2/12).

Menurutnya, keluarganya maupun semua elemen dapat pro aktif dan tanggap."Pemkot Bandar Lampung tidak akan tahu ada kasus gizi buruk jika masyarakat tidak melapor. Keluarganya pun tidak melapor, harusnya semua elemen dapat aktif dan tanggap," ujarnya.

Pemkot selama ini, terusnya, tidak henti-hentinya menyosialisasikan program berobat gratis bagi warga pra sejahtera. Selama lima hari pengobatan warga pra sejahtera dijamin gratis, melalui program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) di kelas III.

"Khusus kasus gizi buruk bahkan mendapat keistimewaan, mulai dari pengobatan hingga asupan gizi ditanggung pemerintah," imbuhnya.

Diketahui, Dino Saputra warga Jl Yos Sudarso Telukbetung Selatan (TbS) meninggal 10 menit setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moloek (RSUAM). Bocah berumur 2,5 tahun yang mengalami gizi buruk ini sempat dirawat di Rumah Sakit A Dadi Tjokrodipo selama seminggu, sebelum dirujuk.
Reade more >>

95 Balita Terserang Gizi Buruk di Bandarlampung



BANDARLAMPUNG News - Jumlah kasus gizi buruk yang ditemukan dan dilaporkan di Bandarlampung hingga Juni 2011 mencapai 95 orang balita. Tren balita penderita gizi buruk ini menunjukkan penurunan.

"Sejak tahun 2000-2011 terjadi fluktuasi jumlah kasus gizi buruk," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Reihana, dihadapan Komisi IX DPR RI, di Bandarlampung, Senin.

Ia menyebutkan, dari kasus gizi buruk tersebut yang meninggal dunia sebanyak lima orang dengan penyebab kematian seperti diare, TBC, pnemoni dan lain-lain penyakit infeksi.

Ia menyebutkan, berdasarkan data Dinas Kesehatan pada tahun 2000 kasus gizi buruk tercatat 164 orang balita, tahun 2001 (186 balita), tahun 2002 (173 balita). Kemudian kasus gizi buruk tercatat pada 2004 tercatat 215 orang balita, tahun 2005 (118 balita) tahun 2006 (122 balita).

Pada 2007 kasus gizi buruk sempat menurun menjadi 67 balita, tahun 2008 kembali naik sebanyak 81 balita, tahun 2009 (115 balita) dan pada 2010 (191 balita).

Ia menjelaskan, jika diprosentase kasus gizi buruk di Lampung terjadi penurunan antara tahun 2007 dengan tahun 2010 yaitu 17,5 persen menjadi 13,4 persen. Angka tersebut katanya masih dibawah angka nasional yaitu 18,4 persen pada 2007 dan 18,0 persen pada tahun 2010.

Kadis Kesehatan itu lebih lanjut mengatakan, kasus Gizi buruk ternyata erat kaitannya dengan Kondisi ekonomi. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar pada 2010 ternyata kondisi ekonomi, pendidikan dan akses terhadap pangan masing-masing berasal dari keluarga miskin, tingkat pendidikan rendah, dan konsumsi energi dan proteinnya rendah.

Karena itu koordinasi lintas sektor harus terus dilakukan dalam menangani kasus gizi buruk seperti bantuan pangan pemerintah daerah, dorongan TP PKK untuk ke Posyandu, dukungan tokoh agama dan pertanian di samping meningkatkan kualitas sistem survelens gizi. Kegiatan tersebut difokuskan pada pemantauan pertumbuhan balita (Posyandu) setiap bulan.

Hasil kegiatan itu menjadi syarat dini dan intervensi segera yang harus dilakukan jika ditemukan balita yang ditimbang tidak naik atau bawah garis merah dari hasil plot penimbangan berat badan di KMS agar kondisi lebih buruk dapat dihindari.

Upaya lain untuk menekan kasus gizi buruk kata Reihana yakni meningkatkan pendidikan gizi masyarakat terutama ibu dalam pengetahuan dan ketrampilan memberikan makanan yang seimbang bagi anggota keluarganya dengan memanfaatkan bahan makanan lokal berupa kegiatan pelatihan kader mengolah makanan lokal. Selain itu meningkatkan fungsi dan peran Posyandu oleh lintas sektor  melalui kegiatan advokasi dan pembinaan.
Reade more >>

Minggu, 01 Januari 2012

Bandar Lampung Rawan Gizi Buruk

Bandar Lampung, Kompas - Lampung masih dikategorikan rawan gizi buruk. Jumlah kasus naik turun pada periode 2007-2009. Namun, minimnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan diperkirakan membuat kasus tidak tercatat sebenarnya lebih besar.
Aryanto, Direktur Pusat Studi Strategi dan Kebijakan (Pussbik) Lampung, Kamis (26/11), pada workshop bertema telaah kritis pelayanan kesehatan dasar penanganan kasus gizi buruk di Bandar Lampung mengatakan, catatan Dinas Kesehatan Lampung pada 2007 terdapat 35 kasus gizi buruk. Sebanyak 24 pasien dirawat di RSUD Abdul Moeleok Bandar Lampung, 11 pasien dirawat di rumah, dan 15 pasien meninggal dunia.
Angka kasus kemudian tercatat menurun pada 2008, yaitu dengan 33 kasus, 22 pasien dirawat di RSUD Abdul Moeloek, 11 dirawat di rumah, dan sembilan meninggal dunia.
Pada 2009, catatan sampai dengan Oktober 2009 menunjukkan terdapat 36 kasus gizi buruk di Bandar Lampung. Sebanyak 10 pasien di antaranya meninggal dunia.
Aryanto mengatakan, apabila dikaji, jumlah pasien gizi buruk tercatat menurun. Meski demikian, sebenarnya kasus gizi buruk di Bandar Lampung seperti fenomena gunung es. Lebih banyak yang tidak tercatat..
Pussbik Lampung mengkaji, hal itu terjadi akibat banyak faktor. Dari sisi masyarakat, diketahui gizi buruk yang biasanya dialami anak balita terjadi akibat kurangnya perhatian orangtua terhadap anak; kondisi lingkungan korban gizi buruk merupakan lingkungan kumuh, padat penduduk, sanitasi buruk, kurang air bersih dan rawan penyakit serta warga tidak bisa cepat mengakses pelayanan kesehatan akibat kemampuan keuangan rendah dan minimnya kunjungan tenaga medis.
Revitalisasi
Apabila mengakses kesehatan melalui jaminan pelayanan kesehatan masyarakat, banyak warga kesulitan akibat persoalan birokrasi. Pussbik juga menemukan, program dan kegiatan pemerintah masih kurang mampu menjawab penyelesaian persoalan kesehatan masyarakat.
Dari sisi pos pelayanan kesehatan terpadu (posyandu), Pussbik menemukan, posyandu belum mampu beroperasi dengan baik akibat minimnya fasilitas, dana operasional, ataupun lemahnya wawasan kesehatan kader posyandu. ”Kader posyandu di Bandar Lampung tidak bekerja maksimal akibat tidak adanya dana operasional, padahal mereka adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dasar masyarakat,” ujar Aryanto.
Pussbik Lampung mengusulkan kepada Dinas Kesehatan Bandar Lampung untuk merevitalisasi posyandu dengan memberikan pelatihan dan penguatan kader posyandu, meningkatkan intensitas kunjungan dan peran aktif tenaga medis puskesmas, serta peningkatan sarana dan produk layanan posyandu.
Tina Maulida, Kepala Seksi Gizi Kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan Bandar Lampung mengakui, berdasarkan riset kesehatan daerah tahun 2007, Bandar Lampung masih tergolong serius dalam kasus gizi buruk. Separuh dari 13 kecamatan di Bandar Lampung tergolong kecamatan rawan gizi.
Reade more >>

Pasien Gizi Buruk di Bandar Lampung Kritis

Kondisi bocah pasien gizi buruk di Rumah Sakit Abdul Muluk, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, kritis. Rangga, bocah berusia dua tahun sudah dua hari terakhir tak sadarkan diri di ruang anak rumah sakit tersebut. Kini, ia menggunakan alat bantu pernafasan. Selain menderita gizi buruk, Rangga juga mengalami radang otak. Sementara kondisi dua pasien gizi buruk lain bernama Raka (4) dan Maulana (5) di rumah sakit ini mulai membaik.

Di Nusa Tenggara Timur, jumlah penderita gizi buruk terus bertambah. Data Dinas Kesehatan NTT, hingga pertengahan Maret ini, jumlah penderita gizi buruk sudah mencapai 84.584 orang. Enam di antaranya adalah warga Pulau Rote akhirnya meninggal dunia. Saat ini, Rumah Sakit Umum Daerah Profesor Doktor WZ Yohanes, Kupang, sedang merawat dua pasien gizi buruk. Salah seorang di antaranya adalah Ameru Berito. Ia sudah menderita gizi buruk sejak empat tahun terakhir. Bahkan, anak ini pernah dirujuk ke Surabaya, Jawa Timur. Namun, hingga kini kondisinya belum juga membaik.
Reade more >>

New Template

1.daftar isi

  • 1.tingkat ibu rumah tangga tentang gizi 2.pengatahuan ibi tentang gizi seimbang 3.sekilas tentang gizi 4.kandungan gizi susu formula 5.pemkab pesisir selatan tangani gizi buruk 6.penganut vegetarian terkena gizi buruk 7.gizi yang baik mengandung semua nutrisi 8.nilai gizi dan manfaatnya 9.panduan gizi untuk balita 10.semua fakta gizi dalam asi 11.bupati gorontalo bicara soal gizi 12.gizi pada tempe 13.Konsep Dasar Ilmu Gizi Konsep Dasar Ilmu Gizi 14MANFATKAN SEMUA POTENSI MASYARAKAT DEMI GIZI DAN KESEHATAN 15.PENGERTIAN GIZI 16.Tidak semua gizi buruk diakibatkan oleh kelaparan 17.gizi air kelapa bagi ibu hamil 18Macam-macam gizi 19.MACAM-MACAM GIZI DAN FUNGSINYA 20.fungsi vitamin dan gizi dari vitamin 21.Bayi gizi buruk meninggal dunia 22.Dasar menuju gizi seimbang 23.GIzi bagi ibu menyusui 24.tiga faktor penyebab gizi buruk 25.penanganan gizi buruk di indonesia 26.Faktor-faktor penyebab kekurangan gizi 27.puluhan bocah nganjuk,terkena gizi buruk 28.gizi buruk didaerah tanggerang 29.posyandu mampu atasi gizi buruk 30.penjelasan tentang gizi buruk 31.balita dikediri terancam gizi buruk 32Pentingnya gizi bagi balita 33.Status Gizi balita anda 34.Gizi seimbang bagi ibu hamil 35.Contoh makan bergizi 36.makanan bergizi untuk anak 37.Kebutuhan gizi pada ibu hamil 38.Gizi buruk dan tanda-tanda nya 39.Gizi pada bayi 40.pengertian gizi bayi